Warga Jepang Hobi Mengembalikan Barang Yang Hilang

Warga Jepang Hobi Mengembalikan Barang Yang Hilang – Norma budaya, pengaruh agama yang kompleks, dan juga petugas kepolisian yang ramah membuat kehilangan barang di Jepang bukan masalah besar. Bagi kebanyakan orang, kehilangan tas atau kehilangan dompet sangat menyebalkan.

Walaupun ponsel saat ini dapat dipakai melakukan pembayaran dan bisa membantu kita menemukan jalan pulang, tetapi rasanya tetap lebih menenangkan jika kita membawa kartu identitas dan kartu bank. http://www.shortqtsyndrome.org/ www.americannamedaycalendar.com

Selain itu, kehilangan dompet dan tas juga berarti Anda harus memblokir kartu dan juga mengganti kunci rumah.

Akan tetapi ada satu tempat di mana ada kemungkinan besar Anda dapat bertemu lagi dengan barang-barang hilang itu: Tokyo.

Dengan populasi dalam kota yang mendekati 14 juta orang, jutaan barang hilang yang ada di Tokyo setiap tahunnya. Tetapi sejumlah besar barang itu kembali ke pemiliknya.

Dilapporkan BBC, pada tahun 2018, lebih dari 545.000 kartu identitas dikembalikan kepada pemiliknya oleh Polisi Metropolitan Tokyo -73 persen dari jumlah total kartu yang hilang.

Ada pula 130.000 ponsel (83 persen) dan sebanyak 240.000 dompet (65 persen) yang ditemukan. Barang-barang ini seringkali dikembalikan pada hari yang sama juga.

Warga Jepang Hobi Mengembalikan Barang Yang Hilang

“Ketika saya tinggal di San Francisco, saya ingat sebuah berita mengenai seseorang di Chinatown yang kehilangan dompet. Orang lain menemukan dan menyerahkannya kepada polisi,” kata Kazuko Behrens yang adalah seorang psikolog dari SUNY Polytechnic Institute, New York, Amerika Serikat (AS).

Itu adalah kasus yang sangat langka sehingga penemu dompet pun diwawancarai di saluran berita lokal dan diberi julukan “orang jujur”.

Tindakan yang menunjukkan integritas nyata seperti itu tak jarang terjadi di Jepang, tempat asal Behrens.

“Bagi (orang Jepang) itu seperti, ‘Ya iyalah! Tentu saja dompetnya akan dikembalikan’.”

Justru malah lebih langka jika dompet itu tidak kembali.

Apa untungnya bagi penemu yang cukup jujur dan menyerahkan barang yang ditemukannya? Tampaknya bukan untuk imbalan.

Dari 156.000 ponsel yang dikembalikan pada tahun itu, tidak ada barang yang diberikan kepada penemu atau diklaim oleh Negara (17 persen ponsel yang pemiliknya tidak ditemukan, dihancurkan).

Para petugas di kantor polisi Jepang, yang lingkupnya kecil (disebut kōban), memiliki citra yang sangat berbeda dari polisi di tempat lain.

Pos polisi semacam itu berlimpah di kota-kota Jepang (di Tokyo ada 97 per 100 kilometer persegi, dibandingkan dengan 11 kantor polisi per 100 kilometer persegi di London).

Artinya, Anda tidak pernah terlalu jauh dari bantuan.

Para polisi yang ditempatkan di sana ramah. Mereka terkenal sering memarahi remaja yang nakal atau membantu orangtua menyeberang jalan.

“Jika seorang anak melihat polisi di jalan, mereka biasanya menyapa mereka,” kata Masahiro Tamura, seorang pengacara dan profesor hukum di Universitas Kyoto Sangyo, Jepang.

“Untuk orangtua yang tinggal di lingkungan itu, petugas polisi kerap melakukan pengecekan ke tempat tinggal mereka untuk memastikan mereka baik-baik saja.”

Para petugas ini sangat disayang, sehingga mereka menjadi subyek seri buku komik terkenal yang disebut Kochikame: Tokyo Beat Cops yang sudah dibuat selama 40 tahun.

“Menyerahkan barang yang hilang atau terlupakan adalah sesuatu yang diajarkan pada usia muda,” kata Tamura.

“Anak-anak didorong mengirimkan barang-barang yang hilang ke kantor polisi, bahkan jika itu hanya 10 yen (Rp1.200). Kalau seorang anak mengembalikan koin ini ke Kōban, petugas akan memperlakukannya secara resmi sebagai barang yang hilang. Laporan dibuat, dan koin itu diambil oleh polisi.”

Meski demikian, mengetahui bahwa tidak akan ada yang melaporkan kehilangan koin senilai Rp1.200, polisi kemudian mengembalikan koin itu sebagai hadiah.

“Oleh karena itu, meskipun nilainya sama, proses penyerahan uang ke polisi berbeda dengan jika anak itu langsung mengambil uang temuan itu untuk dirinya. Mengambil uang yang ditemukan adalah pencurian, tapi uang dari polisi adalah hadiah.”

Dalam sebuah riset yang membandingkan praktik pengembalian barang di New York dan Tokyo, 88 persen ponsel yang hilang dikembalikan ke polisi di Tokyo.

Sementara, hanya 6 persen ponsel yang “hilang” di New York yang dikembalikan.

Penelitian itu juga menunjukkan, sebanyak 80 persen dompet yang hilang di Tokyo juga dikembalikan. Sementara di New York, angkanya hanya 10 persen.

Banyaknya kantor polisi memang membuatnya jadi lebih mudah, tetapi, apakah ada faktor lain?

Kejujuran

Payung yang hilang, di sisi lain, jarang diambil oleh pemiliknya. Dari 338.000 payung yang diserahkan ke bagian ‘Barang Hilang’ di Tokyo pada 2018, hanya 1 persen yang kembali ke pemiliknya.

Sebagian besar, sekitar 81 persen, diklaim oleh pencari, yang merupakan suatu hal yang unik.

Banyaknya jumlah payung yang dipakai warga Jepang mendorong fenomena ini.

Mengetahui bahwa banyak orang akan lupa untuk mengklaim payung mereka, Satoshi, seorang mantan penduduk Suginami-ku, Tokyo, mengatakan dia akan “menipu” kantor Barang Hilang untuk memberinya payung jika dia kehujanan.

Satoshi menggambarkan jenis payung paling umum, yaitu payung plastik bening yang dijual di setiap toko seharga 500 yen (Rp62 ribu).

Karena ada begitu banyak payung tergeletak di konter Barang Hilang, Satoshi selalu mendapatkan payung gratis.

Maka, mungkin kejujuran tidak selalu dikedepankan. Faktanya, Jepang memiliki sejarah yang rumit dengan kejujuran, kata Behrens.

Misalnya soal perawatan kesehatan. Sampai 10 atau 20 tahun lalu, sangat wajar bagi dokter di Jepang untuk merahasiakan diagnosa dari pasien mereka.

Sebaliknya, dokter hanya akan memberi tahu keluarga pasien.

Jadi, seorang pasien tidak akan tahu apakah mereka menderita kanker, misalnya.

“Orang-orang Jepang percaya bahwa pasien mungkin akan kehilangan keinginan untuk hidup, maka, keluarga dekat akan mencoba bertindak seperti tidak ada yang salah,” kata Behrens.

“Orang Barat terkejut mendengarnya.”

Baru-baru ini, kebiasaan ini sudah mulai berubah, tetapi itu membuat beberapa orang, seperti Behrens, percaya bahwa orang Jepang pada dasarnya tidak lebih jujur daripada kita semua.

Behrens mengatakan orang Jepang dikondisikan dengan “ketakutan” yang berasal dari kepercayaan Buddha tentang reinkarnasi.

Meskipun mayoritas orang Jepang tidak mengidentifikasi diri dengan agama yang terorganisir, banyak yang percaya pada praktik Shinto dan Buddhisme rakyat.

Penekanannya ada pada kehidupan spiritual setelah kematian, yang memainkan peran besar dalam pemakaman.

Adakah yang menonton?

Setelah tsunami melanda timur laut Jepang pada 2011, banyak yang kehilangan tempat tinggal, tanpa harta, makanan atau air.

Warga Jepang Hobi Mengembalikan Barang Yang Hilang 1

Tetapi bahkan dalam kesulitan, orang-orang menunjukkan keberanian untuk menempatkan kebutuhan orang lain di atas kebutuhan mereka sendiri.

Behrens menyamakan ini dengan etos Buddhis “gaman” yang mirip dengan kesabaran atau ketekunan: untuk memikirkan orang lain daripada diri sendiri.

Dilaporkan secara luas di media bahwa penjarahan di daerah-daerah yang terdampak di Jepang jauh lebih sedikit daripada yang terlihat di daerah yang sama-sama hancur di negara lain.

Faktanya, penjarahan adalah sama sekali di luar karakter Jepang, kata Tamura.

Namun, dia menunjukkan satu contoh, yang mengungkapkan wawasan yang menarik tentang jiwa manusia.

“Setelah reaktor nuklir di Fukushima rusak karena gempa 2011, daerah itu ditutup selama berbulan-bulan karena radiasi yang tinggi,” kata Tamura.

“Pencurian hanya terjadi karena sama sekali tidak ada polisi atau siapa pun di sekitar yang bisa menyaksikan tindakan kriminal.”

Tamura menggambarkan konsep hito no me; atau ‘mata masyarakat’. Bahkan tanpa kehadiran polisi, pencurian tidak akan terjadi karena ada hito no me.

Tetapi di tempat di mana tidak ada siapa pun yang menyaksikan, pencurian memang terjadi.

Dalam Shintoisme, segala sesuatu, dari batu hingga pohon, memiliki roh.

Sementara Shintoisme yang terorganisasi adalah praktik minoritas di Jepang, objek ‘maha tahu’ menembus budaya.

Di sinilah asal dugaan Behrens bahwa orang Jepang dimotivasi oleh “ketakutan”; jika Anda selalu diawasi dan watak alami Anda adalah memikirkan orang lain terlebih dahulu, wajar jika Anda rela repot-repot menyerahkan barang yang hilang.

Continue Reading →

Budaya Di Negara Jepang Yang Sangat Unik.

Budaya Di Negara Jepang Yang Sangat Unik. – Jepang memang terkenal dengan animenya, banyak orang orang yang ada diseluruh dunia bahkan yang mendominasi ialah pria sangat menyukai anime.

Bahkan ada yang sehingga menikahi anime, tak hanya anime yang bisa menarik perhatikan orang-orang. Akan tetapi, beberapa budaya dan tradisi Jepang yang unik, membuat orang-orang di seluruh dunia tertarik untuk melihat dan mengikuti kebudayaan dan tradisi di jepang. https://www.americannamedaycalendar.com/

Berikut ini adalah 15 budaya Jepang yang unik dan menarik :

1. Ikebana

Ikebada juga salah satu budaya Jepang, ikebana ialah kesinian merangkai bunga. Di negara Jepang bunga ialah hal yang istimewa, meraka selalu meletakan bunga yang sudah diangkai di altrar utama.

Orang jepang percaya bahwa bunga ialah tempat bersembayam tuhan. Pada awalnya ikebana juga di rangkai dengan sederhana dan langsung meletakan di altar utama.

Akan tetapi, dijaman sekarang ini ikebana mulai rumit saat dirangkai, bahkan ada beberapa yang harus dipelajari untuk merangkai bunga. slot indonesia

Budaya Jepang Yang Unik

2. Tako

Tako ialah budaya Jepang yang sangat menarik, dimana para orang orang Jepang berkumpul pada suatu lapangan luas dan menerbangkan layang-layang.

Desain layang-layang yang yang unik membuat layang-layang dari negara Jepang ini terlihat berbeda dengan layang-layang yang ada di seluruh dunia. Biasanya tako ini dapat dijumpai saat ada festival budaya saja, dan pada saat fistival budaya semua orang harus menghadirinya.

3. Geisha

Geisha ialah budaya jepang yang merupakan seniman atau untuk hiburan tradisional di jepang. Geisha ini telah muncul sejak abad 18, akan tetapi dijaman saat  ini geisha ini telah agak menurun, masih ada sebagian orang jepang yang masih mempertahankan kebudayaan jepang yang satu ini.

Biasanya budaya tradisional jepang ini telah dilatih sejak kecil, dan biasanya juga rumah geisha membawa anak gadis dari keluarga yang miskin untuk tinggal dan berlatih.

4. Matsuri

Mastsuri ialah sebuah festival budaya Jepang yang diselenggarakan pada musim panas. Matsuri ini berkaitan dengan festival dari kuil, kuil Shinto dan juga kuil Buddha.

Matsuri ini sebenarnya adalah acara untuk bersembayang dan berdoa. Akan tetapi, itu tak terlalu menekankan pada para pengunjung yang datang, sebab banyak juga pengunjung yang datang hanya sekedar untuk melihat festival budaya Jepang ini.

5. Kabuki

Kabuki ialah budaya Jepang yang berupa seni teater yang memadukan tari dan juga musik. Dengan cerita yang dipadukan dengan seni tari dan juga musik membuat para pengunjung yang melihatnya tertarik.

Belum lagi make up  yang digunakannya selalu terlihat dramatis untuk menonjolkan karakter dari para pemain tersebut, baju baju yang digunakan juga terbilang sangat mewah supaya para menonton bisa terfokus saat melihatnya.

6. Origami

Origami juga termasuk budaya Jepang yang sangat terkenal di seluruh dunia. Origami senang dipelajari oleh anak anak supaya membantu daya berpikirnya. Origami juga sangat menarik sebab kita dapat membuat segala bentuk dengan selembar kertas.

Budaya jepang memang sangat terkenal ke seluruh manca negara, oleh dari itu banyak turis yang tertarik untuk pergi ke jepang untuk belajar mendalami kebudayaan jepan itu.

7. Sumo

Banyak orang orang dari negara lain yang tertarik akan pertunjukan budaya Jepang yang satu ini. sumo ialah gulat ala jepang, biasanya para pagulat sumo akan saling dorong supaya lawannya dapat keluar dari cinci yang sudah diatur.

Para pe-sumo biasaya juga akan kalah bila dia keluar dari cincin yang sudah ditentukan. Biasanya pertandingan sumo ini berlangsung beberapa detik, akan tetapi ada yang hingga hitungan menit.

8. Upacara Minum Teh

Budaya Jepang yang satu ini sangatlah unik, banyak para turis yang sangat tertarik untuk mengukuti upacara minum teh. Upacara minum the ialah sebuah cara menjamu pada tamu.

Biasaya upacara minum teh ini mencerminkan kepribadian dari sang penyaji teh. Kita dapat melihat cara berpikirnya dan juga bagaimana tujuan hidup dari sang penyaji. Kita juga dapat melihat seberapa kuat kebudayaan yang dia pegang.

9. Membawa Hadiah Saat Bertamu

Membawa hadiah saat  bertamu termasuk budaya Jepang yang sangat unik. Biasanya pada saat orang yang bertamu ke rumah teman ataupun ke rumah saudaranya mereka akan membungkuskan kado untuk tuan rumahnya.

Tak harus memberi hadiah yang mahal dan juga bagus, akan tetapi kamu harus usahakan untuk mendekorasi bungkusan kadonya agar terlihat menarik. Para tuan rumah sangat terhormat untuk menerima hadiah yang di bungkus unik dengan pita.

10. Menyeruput Mie

Biasanya di Indonesia menyeruput mie ialah hal yang aneh, sebab saat menyeruput mie akan mengeluarkan suara dan itu akan mengganggu orang di sekitar kita. Akan tetapi di Jepang menyeruput mie ialah budaya Jepang yang unik.

Pada saat kamu menyeruput mie itu memberi tanda bahwa mie yang sedang kamu makan itu sangat enak. Maka dari itu menyeruput mie ialah hal yang biasa di negara Jepang, bahkan itu menjadi cirri khas yang unik bagi negara itu.

11. Jangan Menuangkan Teh di Gelasmu Sendiri

Pada saat kamu berkunjung ke Jepang dan mengunjungi rumah temanmu, dan kamu disuguhi jamuan minum teh. Maka kamu tak boleh menuangkan teh ke dalam gelasmu sendiri, biarkan sangat tuan rumahlah yang menuangkannya.

Biasanya kalau teh di gelasmu telah habis tuan rumah akan menuangkannya kembali. Kalau kamu menuangkan sendiri itu dianggap perlakuan tidak sopan. Nah ini juga termasuk dalam budaya Jepang yang menarik.

12. Memberi Bahu Pada Orang Lain yang ada disebelahmu Saat Tertidur

Biasanya kita selalu merasa risih pada saat ada orang yang tiba tiba bersandar di bahu kamu, kamu akan langsung menghindar. Nah di Jepang memberi bahu pada penumpang disebelahmu yang tidur ialah hal yang harus kamu lakukan, ini juga termasuk budaya Jepang yang menarik.

Mereka saling berbaik hati untuk memberi bahu pada menumpang yang sedang tertidur, maka dari itu pada saat kamu berkunjung ke Jepang dan menaiki kendaraan umun jangan ragu untuk memberi bahu sebab jika tidak kamu akan dipandang tidak sopan oleh pengunjung lain.

13. Perayaan Hanami

Perayaan hamani ini ialah perayaan yang biasanya digelar saat musim semi, dimana bunga bunga sakura mekar.

Perayaan hanami ini ialah perayaan menikmati keindahan bunga, orang orang Jepang biasanya akan melakkan piknik dan menggelar perta makan makan di bawah pohon sakura untuk menikmati keindahan bunga sakura yang bermekaran.

Perayaan hanami ini juga sangat unik, banyak turis yang mengunjungi Jepang pada saat musim semi untuk menikmati perayaan hanami ini.

14. Kimono

Pastinya kalian sudah tau bahwa baju kimono ialah baju tradisional Jepang. Kimono ialah pakaian yang digunakan untuk keseharian pada jaman dulu. Akan tetapi karena saat ini jaman sudah modern dan banyak baju ala barat yang sudah mendominasi seluruh negara membuat kimono jarang dipakai.

Biasanya dijaman sekarang ini kimono dipakai pada saat terdapat acara khusus. Kimono bisa di pakai oleh wanita dan pria, akan tetapi untuk pria desainnya lebih sederhana. Baju komono ini juga budaya Jepang sejak dulu.

Budaya Jepang Yang Unik 1

15. Festival Nagoya

Festival Nagoya ini di adakan pada pertengahan bulan oktober dan digelar selama 2 hari. Festival Nagoya ini melakukan arakan dengan pakaian jaman dulu tradisional Jepang. Mereka berdandan seperti para pejuang perang saat itu.

Festival tersebut di lakukan untuk menghormati toyotomi hideyoshi, ieyasu, oda nobugana dan tokugawa yang hidup pada abad pertengahan. Festival ini ada pada saat bulan Oktober, untuk kamu yang ingin melihat berkunjung ke Jepang saat pertengahan oktober.

Nah berikut adalah 15 budaya Jepang yang unik dan juga menaik. Jepang tidak hanya terkenal dengan animenya saja, namun budaya Jepang yang unik membuat kita tertarik untuk mengunjungi negeri Sakura itu.

Orang orang Jepang juga mempunyai kebiasaan yang berbeda membuat kita tertarik untuk pergi ke Jepang. Budaya Jepang memang selain mempunyai makna tersendiri disana juga terdapat seni yang membuat kita tertarik saat melihatnya.

Continue Reading →

Cara Masyrakat Jepang Merayakan Tahun Baru

Cara Masyrakat Jepang Merayakan Tahun Baru – Sampai pada tanggal 25 Desember, Jepang gemerlapan dengan lampu-lampu dan dekorasi Natal lainnya. Akan tetapi begitu memasuki tanggal 26 Desember, dekorasi Natal dilepas dan dekorasi Tahun Baru dipasang.

Di antara ornamen budaya yang mungkin akan Anda temui ialah “kagamimochi”, dua kue mochi dari beras ketan yang ditumpuk dan di atasnya dihiasi dengan jeruk daidai, “kadomatsu”, rangkaian bambu dan daun pinus yang diletakkan di pintu masuk, dan “shimenawa”, www.mrchensjackson.com

ornamen yang terbuat dari tali yang sering diletakkan di gerbang untuk mengusir roh-roh jahat. Sering pula dijumpai dekorasi di dalam bentuk shio binatang dari tahun yang akan datang; 2016 ialah Tahun Monyet

1. Membuat kue mochi dengan cara tradisional

Kue mochi yang terbuat dari beras ketan, ialah salah satu makanan dan dekorasi yang paling penting untuk Tahun Baru. Akan tetapi karena membuat kue mochi adalah proses yang melelahkan, saat ini sebagian besar dibuat memakai mesin.

Tetapi, untuk Tahun Baru, hanya yang dibuat dengan cara “mochitsuki” atau proses tradisional untuk membuat kue mochi yang paling afdal. slot online

Bagaimana cara melakukan “mochitsuki”? Pada dasarnya, beras ketan untuk kue mochi yang telah direndam satu malam dan dimasak lalu ditumbuk berulang-ulang di dalam lesung dengan alu kayu besar sampai menjadi kenyal dan likat, sehingga siap dibentuk menjadi kue.

Kue mochi dalam jumlah banyak biasanya dibuat pada hari-hari menjelang malam tahun baru dan dihias dalam tatanan kagami-mochi dan digunakan untuk hidangan seperti ozoni.

Cara Masyrakat Jepang Merayakan Tahun Baru

2. Menyantap soba “toshikosi” pada Malam Tahun Baru

Memiliki arti soba “pergantian tahun”, soba “toshikosi” di Jepang disantap sebagai hidangan terakhir dalam suatu tahun. Hidangan ini mempunyai tujuan praktis sekaligus simbolis; yakni karena untuk mempersiapkan Tahun Baru sudah menghabiskan banyak waktu, maka hidangan sederhana berupa mi tipis yang terbuat dari buckwheat ini akan dapat membantu meringankan beban.

Tampaknya, arti simbolis kemudian muncul, yang berbeda-beda tergantung siapa yang Anda tanya, tetapi sebagian besar orang percaya bahwa mi yang panjang itu dapat memberi berkah umur panjang. Selain itu, dipercayai bahwa kita dapat memperoleh nasib buruk jika belum menghabiskan hidangan mi tersebut pada saat tahun baru tiba.

3. Memukul genta tahun baru di kuil

Tradisi tahun baru yang ada di Jepang amat banyak berkaitan dengan upacara pemurnian diri. Ritual ini di Jepang dikenal dengan nama “joya no kane”, dan dilaksanakan pada kuil-kuil Buddha di seluruh Jepang pada hari terakhir dalam suatu tahun.

Genta kuil dipukul sebanyak 108 kali, dan melambangkan 108 godaan dunia seperti yang diajarkan dalam agama Buddha, dan dengan demikian tindakan tersebut merupakan cara untuk melepaskan diri kita dari dosa-dosa tersebut untuk mempersiapkan memasuki tahun baru sebagai pribadi yang bersih dan baru.

Sejumlah kuil mengizinkan pengunjung untuk memukul genta setelah upacara selesai. Sejumlah orang percaya melakukan hal itu dapat memberikan keberuntungan.

4. Menyaksikan terbitnya matahari pertama kali di tahun yang baru

Di negara yang terkenal dengan nama “negeri matahari terbit”, tidak heran kalau banyak orang Jepang yang memegang keyakinan bahwa matahari terbit yang pertama kali pada suatu tahun, atau “hatsuhinode”, mempunyai aspek supernatural.

Berdoa pada saat matahari mulai muncul di ufuk untuk pertama kali dalam tahun yang baru dikatakan memberi keberuntungan, khususnya jika dilakukan di tempat-tempat yang pemandangan matahari terbitnya sangat indah.

Banyak orang bepergian ke gunung atau ke pantai, menunggu terbitnya matahari dan memulai tahun dengan semangat yang baru.

5. Makan, makan, dan terus makan

Terdapat dua jenis hidangan utama yang disantap saat perayaan Tahun Baru di Jepang: “osechi” dan “ozoni”. Tentu saja, keduanya lezat.

Osechi punya tradisi panjang mulai era Heian (795-1185). Di kala itu, orang-orang Jepang amat mempercayai takhayul, dan percaya bahwa memasak atau menggunakan tungku pada 3 hari pertama tahun baru akan mengakibatkan nasib buruk.

Karenanya, semua sajian yang disantap pada hari-hari tersebut perlu dipersiapkan sebelum tahun baru. Karenanya, jenis-jenis makanan yang tetap awet selama beberapa hari merupakan bagian tak terpisahkan dari hidangan osechi: penganan yang direbus hingga kaldunya meresap, sajian yang terdiri dari bahan-bahan yang dikeringkan,

dan acar atau asinan merupakan jamuan utama dari makanan saat Tahun Baru. Selain itu, masing-masing hidangan memiliki makna simbolis berkaitan dengan panjang umur, kesehatan yang baik, kesuburan, kebahagiaan, dan masih banyak lagi–menambah nasib baik seseorang jika disantap.

Ozoni sebenarnya dimulai oleh para samurai sebagai sup bergizi yang dapat dimasak di medan perang, dan kaitannya dengan Tahun Baru dimulai pada abad ke-16 pada akhir periode Muromachi.

Bahan utama ozoni adalah kue mochi, dan selain itu, hidangan ini dapat diramu sesuai selera–tidak terhitung lagi banyaknya jenis kaldu yang digunakan untuk ozoni serta bahan-bahan yang digunakan untuk sup di masing-masing wilayah serta masing-masing keluarga.

6. Bersulang untuk tahun yang baru dengan sake obat

Sebuah kebiasaan yang utamanya dijalankan di wilayah barat Jepang, yakni sake obat, atau “toso” diminum pada pagi hari tahun baru oleh semua anggota keluarga dengan perangkat sajian tradisional yakni 3 piring dangkal yang ditumpuk satu di atas yang lainnya.

Sake ini mengandung ramuan berbagai tanaman dan dengan meminumnya, diyakini bahwa segala nasib buruk yang masih tersisa dari tahun sebelumnya akan terbilas bersih sekaligus dapat memperoleh umur panjang dan kesehatan yang baik. Ritual ini lebih untuk upacara daripada untuk memuaskan dahaga, hanya beberapa sisip kecil sudah cukup.

7. Melakukan doa pertama di sebuah kuil atau tempat suci

Dalam tiga hari pertama Tahun Baru, bahkan orang Jepang yang tak punya perasaan keagamaan atau spiritualitas yang kuat sekalipun akan mendatangi kuil atau tempat suci untuk melakukan doa pertama di awal tahun, ini adalah tradisi yang selalu dilakukan.

Dalam saat awal tahun semacam ini, kita akan melihat banyak sekali orang antre untuk memberikan persembahan kecil (lima yen dipercaya sebagai yang paling memberi keberuntungan) dan di dalam hati menyampaikan harapan mereka pada tahun yang baru itu kepada dewa yang disucikan di sana.

Karena suhu dapat saja cukup dingin, banyak kuil yang juga akan menyediakan “amazake” gratis, yakni minuman yang lembut dan manis terbuat dari fermentasi beras yang umumnya disajikan hangat-hangat.

Para peziarah juga bisa mengambil lidi suci untuk menerima ramalan tertulis tentang tahun yang akan datang, serta membeli jimat untuk tahun yang baru, serta mengembalikan jimat dari tahun sebelumnya untuk dibakar pada sebuah upacara resmi.

8. Coba lihat bagaimana nasib Anda pada tahun ini dengan mengambil sebuah “omikuji”

Salah satu kebiasaan yang paling populer pada Tahun Baru di Jepang ialah mengambil lidi untuk menerima ramalan tertulis di sebuah kuil atau tempat suci. Lidi suci yang disebut dengan “omikuji” ini dipercaya bisa menunjukkan keberuntungan untuk tahun yang baru.

Biasanya ada sekitar seratus atau lebih keberuntungan yang dapat diperoleh seseorang, dan setiap lidi berisi uraian yang spesifik tentang seberapa beruntung (atau tidak beruntung) seseorang, dengan perincian tentang keuangan, kesehatan, asmara, dan lain-lain.

Apabila Anda memperoleh nasib kurang beruntung, sudah menjadi kebiasaan untuk mengikatnya pada tempat yang ditentukan di halaman kuil atau tempat suci dengan harapan untuk dapat menghindar dari ketidakberuntungan yang diramalkan itu.

Cara Masyrakat Jepang Merayakan Tahun Baru 1

9. Membeli “omamori” agar memperoleh nasib baik

Suatu istilah yang dipakai untuk segala jenis jimat, omamori secara tradisi dibeli di kuil dan tempat suci. Berbagai omamori disediakan untuk berbagai jenis tujuan–baik itu untuk mengusir roh jahat, agar mendapat jodoh, memperbaiki keadaan keuangan, memastikan keselamatan kelahiran, dan lain-lain.

Bentuknya juga bermacam-macam–yang paling sering dijumpai adalah seperti amplop hias kecil (jangan dibuka karena akan mengurangi keampuhannya!), tapi juga ada yang dalam bentuk anak panah untuk menumpas setan (“hamaya”).

Jangan sekali-kali membakar jimat, jampi-jampi, atau mantera! Apabila Anda harus membuangnya, taruhlah pada sebuah kuil untuk dibakar pada sebuah upacara resmi.

10. Memberi amplop uang untuk anak-anak

Sekalipun saling bertukar hadiah pada saat Natal secara relatif jarang dilakukan, anak-anak di Jepang tidaklah kekurangan hadiah–anak-anak Jepang dapat menabung karena mendapat “otoshidama”, yakni amplop-amplop kecil berpola yang berisi uang.

Anak-anak biasanya memperoleh otoshidama dari orang tua dan keluarga lainnya, dalam jumlah yang makin banyak seiring bertambahnya usia mereka menuju kedewasaan (semua anak dalam satu keluarga biasanya menerima jumlah yang sama agar tidak ada yang merasa dianaktirikan).

Mungkin hadiah semacam ini terasa kurang pribadi, tapi anak-anak bebas untuk membelanjakan uang mereka sesuai keinginan.

Continue Reading →

Kebiasaan Masyarakat Yang Terdapat Di Negara Jepang

Kebiasaan Masyarakat Yang Terdapat Di Negara Jepang – Jepang adalah salah satu negara maju di dunia saat ini. Berkat kemajuan negaranya, Jepang pada saat ini menjadi salah negara yang sangat diperhitungkan oleh negara lain. Kemajuan negara Jepang bisa kalian lihat dari berbagai industri besar yang dikuasai oleh Jepang. Mulai dari industri otomotif seperti Honda, Yamaha, dan juga Suzuki, serta berbagai industri elektronik adalah beberapa contoh capaian yang dimiliki oleh Jepang.

Lalu muncul pertanyaan, bagaimana Jepang dapat sedemikian maju dan sukses ?

Jawabannya adalah berkat pola hidup yang diterapkan oleh masyarakatnya. Berkat pola hidup dan kebiasaan yang baik itulah masyarakat Jepang mampu seperti sekarang dan mengalahkan berbagai negara lain dalam banyak hal. idnslot

Jika kalian ingin merasakan hal yang sama seperti apa yang dirasakan juga oleh masyarakat Jepang sudah sebaiknya kalian mengubah kebiasaan hidup untuk menjadi yang lebih baik. https://www.mrchensjackson.com/

Berikut ini adalah pola hidup masyarakat Jepang yang dapat membantu kalian untuk sukses di masa depan.

Kebiasaan Masyarakat Negara Jepang

1. Tidak Berfoya-foya dan Hidup Hemat

Kebiasaan pertama yang dilakukan oleh masyarakat Jepang ialah dengan menjalankan pola hidup hemat dalam keseharianya. Dengan hidup hemat artinya kalian memiliki lebih banyak tambahan uang untuk kalian tabung dan investasikan untuk kebutuhan lain dimasa depan. Hal inilah yang sudah diterapkan dengan baik oleh masyarakat Jepang. Bahkan kebiasaan masyarakat yang ada di Jepang turut didukung oleh supermarket disana dengan adanya diskon setengah jam sebelum toko tersebut tutup.

2. Tidak Bergantung dan Hidup Mandiri

Orang Jepang pantang bergantung dengan orang lain selagi mereka mampu untuk melakukanya sendiri. Di Jepang anak-anak yang sudah lulus SMA dianggap sudah dewasa dan telah terbiasa tidak lagi meminta uang dengan orang tua mereka. Mereka bekerja mencari uang dengan mengandalkan kemampuannya sendiri.

3. Never Give Up, Terus Berjuang

Masyarakat Jepang adalah orang yang mempunyai semangat juang yang sangat besar untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Hal ini terbukti dengan kemampuan mereka menguasai berbagai negara di dunia, padahal Jepang hanya memiliki wilayah yang sangat kecil jika dibandingkan dengan negara lain.

Mengapa hal tersebut bisa terjadi ?

Semangat juang yang tinggi yang menjadikan mereka mampu menaklukan banyak wilayah dan menjadi negara yang kuat.

4. Malu Saat Melakukan Kesalahan

Budaya malu yang sangat kuat tertanam dalam masyarakat Jepang . Bahkan sebelum era modern Jepang pernah mengenal sebuah istilah yang dinamakan dengan Harakiri. Harakiri adalah ritual bunuh diri yang dilakukan jendral perang atau samurai yang gagal terhadap tugasnya dan tidak siap untuk menanggung malu.

Budaya ini terus mengakar sampai saat ini, tetapi bukan dengan cara bunuh diri seperti yang dilakukan masyarakat Jepang zaman dahulu. Dimana para pemimpin yang gagal atau pejabat yang ketahuan korupsi akan lebih memilih mengundurkan diri dibandingkan harus menanggung malu akibat perbuatannya.

5. Menjadi Tradisi dan Saling Menghormati

Ditengah segala modernitas yang dimiliki oleh Jepang pada saat ini, faktanya mereka masih sangat kuat menjaga tradisi dan tidak melupakannya. Masyarakat Jepang juga memiliki tradisi untuk meminta maaf saat mereka melakukan kesalahan terhadap orang lain tanpa harus diminta.

6. Kesetiaan

Sikap loyal atau setia dengan pimpinan adalah budaya Jepang yang sangat kental sampai saat ini. Sehingga sangat jarang kalian akan melihat orang Jepang berpindah-pindah pekerjaan seperti yang banyak dilakukan orang dinegara lain. Hal tersebut pula yang menjadikan sistem karir di Jepang berjalan sangat rapi.

7. Inovatif

Inovatif adalah kata yang sering kali kalian temui dari berbagai merek yang dikeluarkan oleh Jepang. Mulai dari sepeda motor, mesin cuci, kulkas, televisi, dan yang lainnya selalu saja ada sisi inovasi yang diberikan oleh industri di Jepang kepada konsumen mereka.

Sehingga sangatlah wajar bila berbagai produk yang mereka keluarkan mampu menjadi pionir dan merajai berbagai segmen pasar di dunia.

8. Hardwork

Masyarakat yang ada di Jepang sangat pekerja keras atas apapun pekerjaan yang mereka geluti. Bahkan rata-rata jam kerja yang dimiliki oleh masyarakat Jepang mencapai 2.450 jam per tahunnya. Jumlah tersebut sangat tinggi dan mengalahkan rata-rata dari jam kerja masyarakat di Amerika yang sebesar 1.957 jam per tahun dan inggris dengan 1.911 jam per tahunnya.

Kalian yang sering mengeluh lelah dan letih saat bekerja sangat  perlu menggaris bawahi bagian ini.

9. Menambah Pengetahuan Dengan Membaca

Membaca dapat menambah pegetahuan kalian, jadi jangan pernah sia-siakan kesempatan membaca dimana pun kalian berada.

Lihatlah apa yang dilakukan masyarakat Jepang saat mereka berada di dalam kereta listrik. Sebagian besar penumpangnya terlihat sedang membaca buku, baik itu anak-anak ataupun orang dewasa.

10. Bekerja Sama

Agar mampu berhasil dan sukses, kerja sama sangat kalian perlukan dan bekerja secara individu tidak direkomendasikan sama sekali.

Hal tersebut dikarenakan dengan bekerja sama dengan banyak orang kekuatan kalian akan berkali lipat dibandingkan dengan bekerja seorang diri. Ide dan juga gagasan kreatif akan lebih banyak bermunculan pada saat lebih banyak orang yang bekerja sama dalam suatu proyek.

11. Lebih memilih transportasi umum daripada kendaraan pribadi

Meskipun harga kendaraan yang ada di Jepang relatif murah, akan tetapi warga Jepang enggan menggunakan kendaraan pribadi dan lebih memilih naik transportasi publik. Hal tersebut disebabkan bila seseorang membeli kendaraan, maka dia harus memiliki lahan parkir atau menyewa lahan parkir yang ada dengan harga yang relatif mahal. Selain itu pajak yang tinggi juga dapat membuat warga Jepang enggan untuk menaiki kendaraan pribadi.

Kebiasaan Masyarakat Negara Jepang 1

12. Tidak berisik di dalam transportasi publik

Mengobrol santai di dalam transportasi umum atau bahkan menerima telepon dengan suara yang mampu di dengar satu gerbong kereta mungkin sering kita jumpai di Indonesia. Tetapi, pada saat kamu berada di dalam transportasi publik di Jepang akan sangat terasa kesan sunyi, padahal jumlah orang yang ada di dalam sangat penuh layaknya ikan sarden yang berada di dalam kaleng.

Hal tersebut sebab orang Jepang tak ingin mengganggu ketenangan umum, jika ponselnya berbunyi mereka akan langsung menolak panggilannya atau berbicara sebentar menjelaskan bahwa mereka sedang berada pada transportasi umum.

13. Sangat menjaga kebersihan

Bukan hal yang lumrah melihat sampah berserakan di jalanan di Jepang. Justru akan sangat sulit untuk menemukan tempat kotor yang banyak sampah disana. Di Jepang membuang sampah pada tempatnya telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Kalau kamu berkunjung ke Jepang kamu akan sedikit kesulitan menemukan tempat sampah, walaupun sulit tetap tidak ada yang membuang sampah sembarangan. Masyarakat akan membawa sampah mereka sampai mereka pulang ke rumah.

Ini adalah yang dilakukan masyarakat Jepang dalam keseharian mereka dengan mengesampingkan sikap individual dalam hidup mereka.

Kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Jepang diatas dapat kalian tiru dan coba lakukan secara perlahan-lahan. Kesuksesan bisa diraih dengan perubahan kecil dan bertahap yang dilakukan secara terus menerus.

Continue Reading →

Kota Kanazawa Yang Terdapat Di Negara Jepang

Kota Kanazawa Yang Terdapat Di Negara Jepang – Sebagai sebuah Ibu Kota Perfectur Ishikawa, Kanazawa tentunya mempunyai warna-warni kesibukan warganya. Akan tetapi di tengah hal tersebut kekayaan budaya masih terjaga dan menjadi destinasi wisata hingga saat ini. Bak batu permata, inilah Kanazawa, ketika ‘tua’ bertemua dengan ‘muda’.

Terdapat yang berbeda ketika menapakan kaki di Kanazawa, kota yang masuk Distrik Hokuriku, sebelah barat daya Pulau Honshu. Kota ini mempunyai curah hujan tinggi di seantero Jepang. idn slot

Walau sebuah kota, budaya Jepang zaman dulu masih terlihat jelas di kota ini. Seperti kotanya para Samurai, Geisha, dan juga beragam budaya yang turut membangun Kanazawa. www.benchwarmerscoffee.com

“Kami menyebutnya Jepang yang autentik,” kata Yoshiko Tomiyama #tourguideyoshi, pemandu wisata saya selama menjelajah rute perjalanan “Three Star Road” atas undangan pemerintah Jepang dan Meitetsu World Travel, 9-20 Januari 2020, saat berada di Kanazawa, Jumat 18 Januari 2019.

Syahdan, Lord Maeda yang merupakan bagian dari Klan Kaga memerintah pada 1603-1868 pada Zaman Edo, zaman di mana perang saudara masih bergejolak di Jepang. Daerah satu dengan lainnya saling berebut ekspansi kekuasaan, saling berseteru dan membunuh. Klan Kaga sendiri juga disebut sebagai ‘Sejuta Koku Beras’ atau Hyakumangoku. Koku ialah jumlah beras yang diproduksi untuk bertahan satu tahun untuk satu orang.

“Artinya banyak rezeki,” ucap Yoshi bercerita.

Klan Kaga juga termasuk orang yang terpandang kala itu. Mereka tercatat sebagai orang yang terkaya kedua mengalahkan empire yang ada di Tokyo. Kekayaan Maeda inilah yang lalu dia gunakan untuk membangun kekuatan militer di Kanazawa, yaitu Samurai.

Kota Kanazawa Jepang

Tokyo yang merasa terancam dengan aktivitas militer terus memata-matai Maeda. Maeda pun berstrategi agar apa yang disaksikan Tokyo tidak terlalu kentara.

“Salah satunya adalah dengan membayar pajak kepada Tokyo,” kata Yoshi yang juga Sake Sommelier.

Tidak itu saja, untuk membungkus kekuatan militer yang dia bangun agar tidak terlalu bau terendus ke luar, maka Maeda banyak membuat aktivitas-aktivitas budaya di Kanazawa.

“Sehingga jika Tokyo bertanya soal finansial dan kekuatan Samurai, maka akan dijawab dengan aktivitas-aktivitas budaya di wilayahnya. Terkesan bahwa Kaga Klan tak berniat memberontak apalagi menyerang Tokyo,” tutur Yoshi.

Budaya, Keramik, dan Pastry

Rupanya apa yang dilakukan oleh Maeda berjejak hingga pada saat ini. Nuansa kentalnya budaya baheula masih sangat terasa walau dikepung kemajuan zaman dan teknologi. Buah pemikiran budaya Maeda itu saat ini dilestarikan pemerintah setempat menjadi salah satu objek pariwisata.

Ini dapat dilihat dari beberapa spot pembangunan kota oleh Lord Maeda. Beberapa diantaranya adalah pembuatan keramik, kerajinan kertas emas, pertunjukan Geisha, pastry dan hidangan laut.

“Samurai punya budaya minum teh, oleh sebab itu diperlukan peralatan minum seperti keramik. Nah, agar tidak terlalu pahit perlu dibuatkan peganan atau pastry. Pastry Kanazawa adalah sangat terkenal di Jepang,” ujar Yoshi.

Salah satu pastry terbaik terletak tak jauh dari kediaman Nomura, seorang petinggi Samurai yang dibanggakan Lord Maeda. Tokonya yang bernama Murakami, mirip novelis kenamaan dari Jepang, Haruki Murakami. Tapi yang pasti, toko pastry ini tidak ada sangkut paut dengan sang Novelis yang kerap digadang-gadang para Harukis mendapatkan nobel sastra. Adapun lokasinya di Nagamachi Samurai Distrik.

Adapun rumah Nomura saat ini menjadi tujuan wisata para wisatawan untuk mengenal bagaimana para Samurai hidup. Harga tiketnya bervariasi. Untuk dewasa dipatok dengan 550 yen per orang, usia 15-17 tahun 400 yen per orang, dan anak 7-14 tahun cukup 250 yen.

Ketika memasuki rumah tersebut, baju zirah khas Samurai terpajang di dalam etalase sudut dekat pintu masuk . Tertera keterangan mengenai baju sang Samurai Nomura.

Minum Teh ala Samurai

Lalu bisa menyaksikan berbagai macam ruang dengan fungsi berbeda. Misal ruang untuk para tamu, ruang Gaban atau prajurit kerajaan, ruang berdoa, dan yang paling-paling atraktif adalah ruang minum teh yang biasa digunakan Nomura untuk menerima tamu dan minum teh.

“Di ruang teh ini tak ada kelas, siapapun masuk ke sini tidak boleh membawa senjata ke dalam ruang minum teh. Pintu masuk dibuat rendah agar menunjukan semuanya sama dan memberi hormat,” tutur Yoshi.

Teh atau matcha tersedia pada ruang lantai dua dan menghadap taman asri empunya rumah. Satu gelas matcha dan sebatang manisan dihargai 300 yen. Lalu akan diajarkan bagaimana cara meminum teh ala Samurai. Begini caranya: “Teh diangkat dengan tangan kanan dan diletakan di tangan kiri, sebelum diminum outar searah jarum jam dua kali,” ujar petugas pelayan teh Rumah Nomura, Sabtu 18 Januari 2020.

Teh diminum perlahan. Sampai hirupan terakhir, hirup sampai berbunyi. Itu artinya anda menikmati teh dan minta ditambah satu gelas lagi. Setelah habis, hapus bekas bibir di gelas keramik dengan jempol dan telunjuk. Lalu putar arah berbalik jarum jam dua kali.

“Letakan gelas perlahan ke tempatnya. Telapak tangan kita di lantai sejajar dengan lutut dan kita bisa mengintip perlahan kiri dan kanan keindahan gelas keramik tuan rumah yang memberi teh,” tutur perempuan setengah baya itu.

Jangan keasyikan untuk duduk lama di ruang minum teh, karena masih banyak pengunjung yang ingin menikmati sensasi minum teh ala Samurai.

Kota Kanazawa Jepang 1

Bergaya dengan Kimono

Belum lengkap bila tidak mencoba Kimono layaknya Samurai. Di Kanazawa terdapat beberapa penyewaan Kimono. Ada yang penyewaan Kimono kualitas bagus yang ada di Kaga Yuzen, di Koshomachi 8-8. Harga termurah adalah 2000 yen dengan syarat Kimono hanya digunakan di dalam gedung dan anda akan berfoto dengan latar yang berbeda. Atau, ke luar gedung selama satu jam dengan Kimono dan dipatok dengan harga 4,500 yen. Bila tiga jam makan akan dikenakan biaya 6 ribu yen.

Sementara memilih untuk memakai Kimono hanya di dalam gedung. Alasannya, cukup mahal bila menggunakan Kimono 3-4 jam di luar. Apalagi musim dingin, dan tidak efektif bila ingin mengejar spot-spot Kanazawa lainnya yang akan dijelajah.

Pertunjukan Ekslusif Geisha

Terakhir penutup penjelajahan di Kanazawa adalah beruntung dengan sangat mendapat slot untuk menyaksikan pertunjukan para Geisha. Harganya sangat lumayan untuk sebuah pertunjukan langka dan ekslusif, yaitu 5 ribu yen untuk 45 menit pertunjukan.

Seperti biasa, teh dan kue manis menjadi sajian pada saat itu. Ada sekitar 15 penonton lainnya yang ikut menyaksikan pertunjukan Geisha di Kanazawa Geigi.

“Tidak semua orang yang punya uang bisa menyaksikan ini, yang punya pertunjukan akan menyeleksi siapa yang bisa menyaksikan (pertunjukan),” kata Yoshi.

Terdapat lima Geisha yang sudah menunggu. Karena tersasar, kami adalah tamu paling akhir yang ditunggu untuk memulai pertunjukan Geisha. Pertunjukan dibagi dalam dua tiga babak, yang terakhir adalah kegiatan atraktif dengan para penonton.

Sebelum dimulai, pihak manajemen memberikan selembaran kertas yang dilaminating mengenai aturan pertunjukan. Yaitu, hanya boleh memfoto di babak kedua serta perjanjian tidak boleh mem-posting aksi panggung para Geisha di media sosial.

“Agar pertunjukan tetap ekslusif,” kata Yoshi.

Geisha untuk sebagian orang dipandang negatif. Akan tetapi sebenarnya mereka adalah penghibur kesenian untuk keluarga raja. Mereka dipilih secara ketat dan juga dididik agar menjadi Geisha yang punya ilmu seni yang tinggi.

“Mereka ialah superstar pada zamannya, karpet merah dan privasi yang ditutup rapat,” beber Yoshi.

Lantas, mengapa tidak semua orang bisa menyaksikan Geisha?

“Karena ini bukan soal uang, tapi pribadi mereka yang akan menonton. Geisha itu profesional, mereka tidak boleh disentuh, mereka adalah seniman,” kata Yoshi.

Continue Reading →

Pekerja Yang Ada di Jepang Tidak Suka Cuti dan Hari Libur

Pekerja Yang Ada di Jepang Tidak Suka Cuti dan Hari Libur – Warga Jepang tidak hanya dikenal sangat disiplin dalam berbagai hal, tapi juga gila kerja. Karenanya, ‘cuti’ dan juga ‘hari libur’ menjadi kata tabu, bahkan dibenci oleh mereka, terutama oleh para pekerja.

Mengambil cuti bukan hal yang umum bagi para pekerja di sana. Contohnya pada baru-baru ini, masyarakat Jepang dibuat heboh sebab Menteri Lingkungan Hidup Jepang Shinjiro Koizumi mengambil cuti. slot online indonesia

Hal tersebut dia lakukan saat mengumumkan kelahiran putranya. Shinjiro memutuskan untuk mengambil hak cuti ayah pada tanggal 17 Januari 2020.

Ia mengambil cuti selama dua minggu sesudah sang istri melahirkan. Keputusan tersebut menjadi sorotan di dunia, terutama pada masyarakat Jepang, karena ia ialah pejabat publik pertama yang mengambil cuti ayah. https://www.benchwarmerscoffee.com/

Shinjiro mengakui bahwa keputusan mengambil cuti adalah topik sensitif di Jepang karena memiliki kelebihan dan kekurangan.

“Ini ialah pertama kalinya bagi seorang menteri mengambil cuti dan pada setiap kali Anda melakukan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kritik selalu melekat,” katanya. Pada 22 Januari 2020, masyarakat Jepang paling anti mengambil cuti, bahkan mereka akan protes saat diberi jatah libur.

BBC pernah mewawancarai para pekerja Jepang mengenai cuti. Sebagian besar dari mereka mempunyai alasan yang sama, yaitu saat ambil cuti, khawatir akan jadi bahan omongan dan nama, serta reputasi mereka jadi jelek.

Manajer dari salah satu restoran yang ada di Jepang, tepatnya di Prefektur Gunma, Tsuyoshi mengaku tak pernah memeriksa daftar cuti yang diajukan para karyawan. Apalagi, dia tak pernah mengambil cuti.

“Kalau ada yang cuti, rekan-rekan kerja akan berpikiran negatif. Di sini, Anda akan dinilai lebih tinggi bila bekerja keras dan tidak pernah cuti,” tuturnya.

Pekerja Yang Ada di Jepang Tidak Suka Cuti dan Hari Libur

Mengapa bisa begitu?

Dilansir dari detikcom dari berbagai media Jepang dan BBC yang pernah mengulas artikel How the Japanese are putting an end to extreme work weeks, masyarakat Jepang paling anti ambil cuti. Jangankan itu, dikasih hari libur lebih malah protes.

Pada awal tahun 2019 kemarin di bulan April contohnya, pemerintah Jepang menyetujui memberikan hari libur tambahan bagi warganya selama 10 hari. Itu terkait dengan kenaikan kaisar baru, Naruhito.

Hari libur tambahan tersebut digabung dengan hari libur nasional Golden Week. Golden Week merupakan gabungan dari empat hari libur yang berdekatan dan kemudian dijadikan dalam satu waktu. Di bulan April sampai dengan bulan Mei jadinya terdapat 4 hari libur yaitu Showa Day (29 April), Hari Konstitusi (3 Mei), Greenery Day (4 Mei) dan Hari Anak (5 Mei).

Nyatanya, orang Jepang malah tak suka dan protes sebab diberi hari libur tambahan tersebut. Sebuah survei dari koran Asahi Shimbun mengungkapkan, 45 persen orang Jepang tidak suka dengan hari libur yang diberikan itu dan hanya 35 persen yang senang.

Budaya ‘gila kerja’ memang sudah merekat bagi masyarakat Jepang. Makanya, ketika Menteri Lingkungan Jepang mereka ambil cuti, masyarakatnya jadi geger.

Menurut angka dari pemerintahan Jepang, hanya 52% pekerja yang mengambil cuti tahunan dalam setahun. Jepang punya cuti tahunan yang berjumlah 20 hari. Tapi dari angka 52% itu tadi, mereka hanya mengambil setengah dari cuti tahunannya!

Perusahaan perjalanan Expedia pernah menyebar survei untuk para pekerja Jepang yang hanya mengambil setengah dari cuti tahunannya itu. Hasilnya adalah 58% dari mereka terpaksa mengambil cuti tahunan dan setelahnya merasa bersalah. Sisanya 43%, menyatakan mendapat dukungan dari pimpinan perusahaan untuk mengambil cuti.

BBC pernah mewawancarai para pekerja Jepang perihal cuti. Kebanyakan dari mereka punya alasan yang sama, bila ambil cuti nanti diomongin sama orang lain dan namanya jadi jelek!

“Saya tak ingin manajer mengatakan hal buruk tentang saya karena saya mengambil cuti. Lebih mudah untuk bekerja daripada mereka mengatakan hal-hal buruk tentang saya,” kata Hideyuki, salah seorang insinyur yang bekerja di perusahaan teknologi di Tokyo.

Pada tahun 2019 kemarin, Hideyuki mencatat rekor mengambil cuti terbanyak dalam pekerjaannya. Dia mengambil cuti 3 hari dalam 1 tahun.

“Satu hari pada bulan April untuk upacara pendaftaran sekolah putri saya dan dua hari di bulan November. Itu adalah cuti paling banyak yang pernah saya ambil,” terangnya.

Manajer salah satu restoran di Prefektur Gunma yang bernama Tsuyoshi mengaku tidak pernah memeriksa daftar cuti yang diajukan dari karyawannya. Apalagi dia tak pernah mengambil cuti.

“Pada saat ada yang cuti, rekan-rekan kerja akan berpikiran negatif. Di sini, Anda akan dinilai lebih ‘tinggi’ bila bekerja keras dan tidak pernah cuti,” terangnya.

Nyatanya, budaya ‘gila kerja’ juga menjadi masalah yang ada di Jepang. Dimulai tahun 1970-an, ada sebutan bernama ‘Karoshi’. Artinya adalah kematian yang terjadi akibat terlalu banyak kerja. Angka kematian untuk hal itu pun sudah banyak.

Pemerintah Jepang sebenarnya tidak menutup mata terkait budaya ‘gila kerja’ dan ‘benci cuti’. Itu dinilai sudah jadi masalah nasional!

Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe sejak tahun 2018 kemarin membahas Work Style Reform Bill alias rancangan undang-undang tentang kehidupan ketenagakerjaan. Terdapat 8 poin yang beberapa di antaranya seperti, penetapan jam lembur, batas jam kerja, dan pemaksaan cuti.

Pada sisi lain, adanya kelompok pekerja berumur muda dan tua juga dinilai menjadi masalah. Sebuah penelitian di Jepang menyebutkan, 62% dari pekerja muda (maksimal usia 34 tahun) merasa cutinya dirampas oleh para pekerja seniornya.

Usut punya usut, rupanya para pekerja yang berusia lebih dari 50 tahun memang tak menyukai dengan cuti. Karena, mereka masih menganut paham ‘gila kerja’ yang diwarisi oleh para pendahulunya.

“Sejak Periode Showa (1926-1989), filosofi kehidupan saat itu adalah para pria mengabdi kepada perusahannya dan istrinya tinggal di rumah untuk mengurus segala kebutuhan. Pekerjaan bagi para pria adalah yang nomor satu, makanya mereka sangat giat untuk bekerja sampai tak memikirkan cutinya,” ujar Ono, profesor dari Universitas Hitotsubashi.

Pekerja Yang Ada di Jepang Tidak Suka Cuti dan Hari Libur 1

Budaya ‘gila kerja’ yang ada di Jepang setidaknya sedang diubah pelan-pelan. Salah satunya melalui  salah satu menterinya yang berani ambil cuti dan pemerintah Jepang yang ingin para pekerjanya tidak sampai kehilangan nyawa gara-gara kerjaan yang terlalu berat.

Orang-orang di Jepang pun diharapkan pelan-pelan mungkin akan menghargai (dan mengambil) cutinya.

Jadi Masalah Nasional

Budaya gila kerja telah jadi masalah besar di Jepang. Sejak pada tahun 70-an, ada sebutan Karoshi, yaitu kematian yang terjadi akibat terlalu banyak kerja. Karenanya, kebiasaan ini telah dinilai jadi masalah nasional oleh Pemerintah Jepang.

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe telah membahas Work Style Reform Bill atau rancangan undang-undang mengenai kehidupan ketenagakerjaan sejak pada tahun 2018 . terdapat delapan poin, termasuk di antaranya penetapan jam lembur, batas jam kerja, dan pemaksaan cuti.

Sebuah penelitian yang ada di Jepang menyebutkan bahwa banyak pekerja muda, maksimal usia 34 tahun, merasa hak cutinya dirampas oleh para pekerja senior.

Sesudah ditelusuri, ternyata pekerja berusia lebih dari 50 tahun memang tidak suka dengan cuti. Sebab, mereka masih menganut paham gila kerja yang diwarisi para pendahulu.

Budaya gila kerja yang ada di Jepang setidaknya mulai pelan-pelan diubah. Keputusan Shinjiro berani untuk mengambil cuti karena istrinya melahirkan diharapkan bisa jadi contoh dan langkah awal yang bagus. Pemerintah Jepang tentu ingin para pekerjanya tak sampai kehilangan nyawa karena bekerja terlalu keras.

Continue Reading →